Belakangan ada kecenderungan, meski
sudah mempunyai sanggah atau merajan umat hindu juga membuat “kamar
suci”. Gejala apakah ini dan mengapa tidak memaksimalkan saja fungsi
sanggah atau merajan yang sudah ada ?
I Made Suradwipa
Pedankelan – Sanur Kauh
Jawaban :
Ada beberapa perubahan perilaku
keagamaan yang belakangan menggejala di kalangan umat Hindu di antaranya
yang berkaitan dengan aspek intelektual, seremonial, ritual dan
spiritual. Dari aspek intelektual , tradisi untuk menerima tetamianyang
bersifat “gugon tuwon” sudah mulai dikikis. Contoh terbaru adalah
munculnya usulan kaum kristisi Hindu untuk membatalkan keputusan “Sabha
Pandita” yang menyangkut kewenangan “Muput Karya” di Pura Besakih
Dari aspek ceremonial, umat hindu
cenderung lebih memperlihatkan segi segi upacara yadnya dari sisi
kemeriahan, kesemarakan dan kebesaran material. Asal upacara yadnya
sudah meriah , semarak dan menghabiskan dana yang besar ada anggapan
“karya persembahan” tersebut dinilai sukses meski belum tentu
“Sidhaning Don”. Dari aspek ritual gejala yang semakin tampak adalah
selain menampilkan sisi seremonialnya juga terkesan “ritual oriented”.
Artinya seakan akan hidup berkeagamaan itu hanya selesai sebatas ritual
saja . Sementara realisasinya ritual ke demensi moral dan social kurang
begitu menggejala. Dan terakhir dari aspek spiritual kecenderungan baru
yang muncul adalah munculnya individu atau kelompok kelompok umat yang
berupaya menempuh “jalan sendiri” dalam kerangka hakikat hidup,
menemukan jalan Tuhan , meningkatkan pemahaman dan penghayatan agama
yang tentunya menguatkan sradha dan bhakti. Praktiknya antara lain,
mengikuti kegiatan kerohanian melalui aliran aliran kepercayaan ,
kelompok spiritual, grup studi keagamaan, ashram dll.
Tanpa bermaksud dikhotomi salah benar, baik buruk, patut tan patut, apapun
perubahannya yang terjadi dan sedang dialamin oleh umat hindu asal ke
semuanya di arahkan untuk tujuan meningkatkan sradha dan bhakti tidaklah
merupakan masalah. Termasuk kecenderungan sebagaian kecil umat Hindu
yang belakangan gandrung membuat kamar suci meskipun sudah memiliki sanggah atau pun merajan.
Gejala ini agaknya dapat di pandang
sebagai suatu bentuk pencarian dan atau pendakian spiritual yang boleh
jadi belum terpuaskan melalui media sanggah atau pun merajan. Sebab
harus diakui, dalam pandangan traditional, sanggah / merajan itu lebih
berfungsi atau di fungsikan dalam skup terbatas sebagai tempat “maturan”
atau lebih jauh lagi sebagai tempat “muspa” . Sementara sisi pembinaan
spiritual harus dilakukan sendiri sendiri antara lain di lakukan dengan
ikut dalam kegiatan keagamaan melalui kelompok atau grup kerohanian.
Dari proses pembelajaran diri itu mereka
menyadari bahwa ternyata beragama itu tidak selesai pada aspek ritual,
seremonial atau intelektual saja, tetapi sisi spiritualnya harus pula di
penuhi atau di puaskan. Dalam pencarian itulah mereka diantaranya
membuat ruang ruang rohani atau kamar-kamar spiritual yang popular
disebut sebagai kamar suci yang cenderung bersifat individual dimana
umat dengan ilmu agama yang didapat, kemampuan bathin yang dimiliki
dalam melakukan kegiatan sembah bhakti mulai dari Tri Sandya, berjapa
ataupun meditasi dengan kidmat. Khusuk guna lebih memantapkan
kedekatannya pada Tuhan.
Di kutip dari jawaban I Gusti Ketut Widana
source: deyudi
0 komentar:
Posting Komentar