EnglishFrenchGermanSpainItalianDutch RussianPortugueseJapaneseKorean ArabicChinese Simplified
Choose Your Language

Minggu, 30 Desember 2012

Jero Ketut

Entah kenapa pula, binatang menjijikkan yang biasa hidup di selokan kotor itu mendapat nama terhormat sebagai “Jero Ketut”. “Ape madan Jelo Ketut, kaki?” (Apa yang bernama Jero Ketut, kakek?) Tanya si cucu kepada kakeknya, Nengah Diarta, di suatu pagi, ketika si kakek sedang asik menghirup kopi hangat ditemani ketela rebus.
“Bikul!” (Tikus!) jawab si kakek ketus dengan nada kesal mengarah benci.
Bukan kepada cucunya yang baru belajar ngomong ini, tetapi kepada tikus-tikus yang serakah, memakan apa saja, dari hasil panen sampai kabel listrik, bahkan sepatu cucunya tak lepas dari perhatian si tikus.
“Jani bikule gede-gede, bisa gedenan teken meong” (Sekarang tikus besar-besar, bisa lebih besar dari kucing) sambung si kakek.
“Ooo, ngon masi bane, ape ye tidike teken bikule adi bisa keto, ulesne milu ngamah rabuk” (Iyaa, heran juga, apa kiranya yang dimakan si tikus kok bisa besar segitu, mungkin turut makan rabuk/ vertilizer) sambung dadong (nenek) Wayan, istri Nengah Diarta.
“Sangkala ade dagang bakso nganggon be bikul” (Makanya, ada dagang bakso keliling yang membuat bakso dari daging tikus), Nengah Diarta menimpali sembari memasukkan potongan ketela rebus ke mulutnya.
“Beh, adi beler gati dagange nto, saja keto beli?” (Wah kok jahat sekali dagang bakso itu, benar demikian kak?) dadong Wayan mengerenyitkan alisnya tanda heran.
“Yeh, sing maca koran?, taen ketara dagang baksone sedeng nampah bikul” (Lho tidak baca koran? pernah ketahuan seorang dagang bakso sedang membunuh tikus untuk diambil dagingnya).
“Be, suud meli-meli bakso cu, len suba misi formalin, buine be bikul anggone!” (Wah, jangan beli bakso lagi cucu, mana sudah berisi formalin, lagian daging tikus yang dipakai bakso!) sergah dadong Wayan sambil meraih cucunya kepangkuannya, tanda melindungi cucunya tersayang.
“Yen galak-galak bikule, melaan kaukin meonge nganggon gendingan: meong-meong alih je bikule, bikul gede-gede buin mokoh-mokoh, kereng pisan ngerusuhin” (Kalau tikusnya galak, sebaiknya panggil kucing dengan nyanyian: kucing-kucing tangkaplah si tikus, tikus yang besar-besar dan gemuk, yang sering merusak), dadong Wayan melantunkan lagu kepada si cucu sambil menimang-nimangnya.
Percakapan di pagi hari pada keluarga kecil yang hidup sederhana itu bagaikan kias keadaan kita di Indonesia.
Negara yang terkenal sebagai negara terkorup nomor enam di dunia, memang banyak mempunyai tikus-tikus yang besar dan gemuk, yaitu para koruptor yang hidup mewah melampaui batas penghasilan sebagai pegawai negeri.
Kalau diperhatikan dengan seksama, pejabat tertentu yang diperkirakan bergaji lima juta rupiah sebulan, kok bisa hidup mewah, dengan rumah indah, mobil lebih dari dua, dan anak-anak dewasa semua menggunakan handphone.
Hitung saja biaya rumah tangganya sebulan; tidak kurang dari dua puluh juta sebulan. Nah dari mana tambahan pendapatan sebesar lima belas juta itu? Kalau ada yang bertanya biasa mendapat jawabannya: 1. Istrinya ada bisnis sesuatu. 2. Ada warisan orang tua berupa sawah dan kebun di kampung.
Entah benar entah tidak, tetapi nyatanya ‘budaya’ korupsi sudah berurat-berakar pada kebanyakan pejabat negara, tak pandang bulu apakah pejabat tinggi atau pejabat rendah. Orang tua-tua di pedesan sudah maklum pada ‘tradisi’ sogok atau suap dalam melamar pekerjaan di pemerintahan.
Mereka sudah memperhitungkan anggaran, selain biaya sekolah, kuliah dan fasilitas belajar, juga harus mempersiapkan dana sekurangnya lima puluh juta rupiah untuk nyogok atau nyuap di waktu melamar pekerjaan.
Lebih besar sogokan atau suapan itu lebih bagus, karena bisa memilih posisi yang lebih empuk. “Ne anggon modal, buin pidan lakar ulihange teken panake yen ye suba megae” (Ini sebagai modal, kelak akan dikembalikan oleh anakmu, jika sudah bekerja), itu kalimat penjelasan dari suami kepada istri, dalam berbincang tentang biaya besar untuk menjadikan anaknya pegawai negeri.
Para ‘kucing’ juga takut pada tikus-tikus. Karena tikusnya lebih besar dan lebih galak, atau kucing tidak ada selera memakan tikus. Kiasan bagi para pengawas, apapun nama jabatannya, dari yang sederhana seperti polisi, jaksa, hakim, sampai yang memakai nama keren-keren: “Satuan Pengawas Intern (SPI)”, “Direktur Kepatuhan”, dan lain-lain.
Kalau ada yang berani dan ingin bertindak jujur, kadang harus mengalami risiko fatal, dipindahtugaskan, bahkan ada yang tertembak mati! Kasihan anak-istrinya.
Teringat kembali pada lagu anak-anak: Meong-Meong, alih je bikule… , sepertinya para leluhur orang Bali tempo dulu sudah meramalkan bahwa di suatu saat tatkala zaman Kali atau zaman edan mencapai puncaknya, akan terjadi pembalikan fakta, misalnya kalau dahulu tikus takut pada kucing, sekarang kucing takut pada tikus atau paling tidak, kucing segan bahkan bersahabat dengan tikus.
Mungkin pula pengaruh film-film kartun yang menggambarkan kucing selalu dibodohi oleh tikus, entahlah, tetapi bagaimana pun juga tikus sejak dahulu di Bali diberi sebutan yang keren dan berwibawa: “Jero Ketut” kenapa pula tidak nama yang lain misalnya “Jero Wayan” atau “Jero Nyoman”, dll.
Tak ada yang bisa menjawab. Memang begitu! Hanya bisa menebak-nebak, bahwa Ketut adalah nama depan anak terkecil dalam satu keluarga, sedangkan Jero adalah predikat orang terhormat. Jadi kira-kira Jero Ketut artinya anak terkecil yang terhormat.
Bisa juga menjadi kias bagi seorang pejabat dengan atribut gelar kesarjanaan, pangkat yang keren, penampilan yang meyakinkan, tetapi tetap saja bermental rendah seperti tikus, dalam artian memakan segalanya tanpa pikir panjang, namun tetap kelihatan terhormat sebagai seorang Jero.
Dan, hati-hati berhadapan dengan Jero Ketut, “beliau” harus diperlakukan lain dari yang lain, karena salah perlakuan dapat berbahaya.
Misalnya kalau ingin menyogok atau menyuap, kita harus tahu dengan pasti terlebih dahulu, berapa jumlah sogokan atau suap itu, kapan waktunya yang tepat, dan bagaimana gaya bahasa kita menyampaikan sogokan itu. Kalau salah, bisa saja kita yang menyogok dituduh berbuat kriminal dan tentu saja tujuan menyogok tidak tercapai.
Demikian pula si tikus dalam julukan Jero Ketut, dari zaman dahulu di Bali tikus diperlakukan terhormat. Kalau ingin menghilangkan hama tikus, dibuatlah upacara “nangluk merana” biasanya pada bulan tilem sasih ka-enam (bulan gelap ke-enam).
Di beberapa daerah seperti di Tabanan, pernah diadakan upacara pelebon bagi Jero Ketut alias pembakaran mayat tikus. Tikus ramai-ramai diuber dan dibunuh, kemudian bangkainya dirawat dengan baik dalam upacara ngaben, lengkap dengan sarana banten dan tirta pengentas. Persis seperti upacara bagi manusia. Entah apa pedoman Lontarnya, namun tujuannya tetap menghormati Jero Ketut.
Implementasi yang nyata dewasa ini menjadi pertanyaan: sejalan dengan upacara nangluk merana, apakah para koruptor itu perlu dihormati dan diistimewakan walaupun telah terbukti bersalah dan dihukum penjara?
Jawabannya ternyata benar. Para koruptor yang ada di penjara tetap mendapat perlakuan yang lebih istimewa daripada pencuri ayam. Mereka bisa menempati kamar yang bersih, pakai kasur empuk, pakai AC, ada kulkas, TV, dan koran setiap pagi.
Makanan pun yang lezat-lezat, bisa dibawa dari rumah atau pesan di restoran melalui sipir. Di hari-hari istimewa boleh “cuti” dari penjara untuk melepas rindu pada keluarga, bersilaturahmi, atau ingin iseng ke hotel-hotel berbintang ditemani pacar dadakan.
Ya, “budaya” kita harus selalu menghomati tikus. Makanya tak salah, di Bali tikus dinamakan “Jero Ketut”.


source: stitidharma

Islam sebagai Mualaf Hindu melalui Suddhi Wadani

Upacara Suddhi Wadani adalah upacara dalam agama Hindu yang di cetuskan secara syah dalam Keputusan Seminar Kesatuan Tafsir terhadap Aspek-Aspek agama Hindu yang di selenggarakan tanggal 18 sampai dengan 20 Februari 1981 di Denpasar Bali, dengan maksud memberi pengesahan status seseorang yang sebelumnya bukan penganut Agama Hindu.
Sudhi wadani berasal dari kata sudhi dan wadani. Sudhi dari bahasa Sansekerta (f), yang berarti penyucian, persembahan, upacara pembersihan/penyucian. Kata yang sepadan dengan sudhi adalah suddha, yang berarti bersih, suci, cerah, putih tanpa cacat atau cela.
Wadani berarti banyak perkataan, banyak pembicaraan. Adapun bentuk-bentuknya seperti :
1. Wadana yang dapat berarti muka, mulut, prilaku/cara berbicara.
2. Wadanya yang berarti fasih berbicara, ramah, banyak bicara.
Dengan memperhatikan arti kata suddhi dan wadani tadi, maka suddhi wadani dapat di artikan dengan kata-kata penyucian. Secara singkat dapat di katakan bahwa upacara sudhi wadani adalah upacara dalam Hindu sebagai pengukuhan atau pengesahan ucapan atau janji seseorang yang secara tulus ikhlas dan hati suci menyatakan menganut agama hindu.
Dalam pengukuhan ini yang menjadi saksi utama adalah Sang Hyang widhi (Tuhan), yang bersangkutan sendiridan Pimpinan Parisadha Hindu Dharma Indonesia atau yang di tunjuk untuk mewakili acara di maksud.

     Kedudukan Upacara Sudhi Wadani Dalam Hukum Hindu.
Upacara Suddhi Wadani memiliki dasar hukum yang kuat dalam hukum Hindu yaitu berlandaskan azas Atmanastuti sebagai salah satu sumber Dharma, demikian juga dalam Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 khususnya pada pasal 2 ayat 1, dimana upacara Suddhi Wadani memberikan status hukum bagi perkawinan antara pasangan yang sebelumnya masih berbeda keyakinan, karena Undang-undang tersebut menggantungkan syahnya suatu perkawinan kepada hukum agama dan kepercayaan masing-masing penganutnya.
Di dalam Weda di nyatakan bahwa, mula-mula setelah Tuhan menciptakan alam semesta ini, kemudian oleh Beliau di ciptakan hukumnya yang mengatur hubungan antar partikel yang di ciptakan-Nya. Sekali Beliau tentukan hukumnya untuk selanjutnya demikianlah jalannya hukum itu untuk selama-lamanya.
Dalam ilmu social, konsepsi hukum itu kemudian berkembang dalam dua istilah yaitu; hukum alam dan hukum bangsa. Hukum alam disebut Rta, sedangkan hukum bangsa disebut Dharma yang bentuknya berbeda-beda menurut adat setempat, karena itu istilah Dharma sebagai hukum tidak sama bentuknya di semua tempat, melainkan di hubungkan dengan kebiasaan-kebiasaan setempat. Rta di pandang sebagai landasan Idiil, sedangkan Dharma adalah bentuk hukum yang ingin di terapkan dalam pengaturan masyarakat di dunia.
Dharma sebagai istilah hukum mencakup dua pengertian yaitu
1. Berarti Norma
2. Berarti keharusan yang kalau tidak di taati akan mendapatkan sanksi.
Karena itulah Dharma dalam artian Hukum, paling banyak di pergunakan yang bertujuan untuk mengatur lembaga antar manusia didalam menciptakan kesejahteraan duniawi dan kebahagiaan rohani. 


Tata Cara Sudhi Wadani

A. Persyaratan Administrasi
Bagi seseorang yang akan melaksanakan upacara Sudhi Wadani, baik yang di lakukan oleh perorangan maupun kolektip (massal) diwajibkan terlebih dahulu memenuhi persyaratan administrasi, diantaranya :
1. Membuat surat pernyataan dengan tulus ikhlas untuk menganut agama Hindu, tanpa ada tekanan atau paksaan dari pihak lain.
2. Membuat surat permohonan kepada Parisadha Hindu dharma Indonesia setempat atau lembaga adat untuk pensuddhian.
3. Pas photo hitam putih ukuran 3x4cm sebanyak 2 lembar foto copy Kartu Tanda Penduduk.
4. Adanya saksi-saksi dalam pelaksanaan upacara Suddhi Wadani. Perlu diketahui dalam pelaksanaan upacara Suddhi Wadani tidak di tentukan batas umur bagi calon yang akan disudhikan karena upacara ini bersifat sebagai penyucian lahir bathin seseorang dan sebelum diatur persyaratan administrasi seperti tersebut tadi yang mana pelaksanaannya hanya dengan upakara dan disaksikan oleh masyarakat lingkungan.

B. Sarana upacara
Sarana Upacara selalu ditunjang dengan sarana Upakara yang sudah lazim terdiri dari :
1. Berwujud dedaunan, seperti : daun kelapa, daun enau, daun pisang, daun sirih, dan sebagainya.
2. Berwujud buah-buahan, seperti : buah kelapa, beras/padi, pinang, kacang-kacangan dan lain lain.
3. Berwujud bunga-bungaan atau kembang.
4. Berwujud air.

C. Pelaksanaan Upacara :
1. Yang bersangkutan (orang yang akan disudhiwadani) mengajukan permohonan pensudhian kepada PHDI setempat dengan melampirkan surat pernyataan masuk agama Hindu dan Paspoto.
2. Pihak Parisada sebagai penanggung jawab pelaksanaan upacara Sudhi wadani nenunjuk salah seorang rohaniawan untuk memimpin upacara, mempersiapkan upakara dan tempat pelaksanaan upacara.
3. Setelah ditentukan pemimpin upacara, Upakara, tempat upacara, Parisada memanggil calon yang akan disudhikan, biasanya di Pura atau tempat suci lainnya yang dipandang cocok.
4. Pemimpian upacara terlebih dulu mengantarkan upakara dengan puja mantra kehadapan Hyang Widhi beserta manifestasinya yang dipusatkan di Padmasana.
5. Calon yang disudhiwadani diharapkan sudah siap lahir batin dengan berpakaian bersih dan rapi serta menyerahkan diri sepenuhnya kepada Hyang Widhi sebagai saksi agung.
6. Upacara Byakala sebelum memasuki halaman tempat suci dengan doa :
“Om kaki bhuta penampik lara, kaki bhuta penampik klesa, ngunduraken bhaya kalaning manusaning hulun.
Om ksama sampurna ya nama”.
7. Setelah melaksanakan upacara Byakala, orang yang disuddhikan diantar masuk kedalam tempat suci, kemudian dilakukan upacara prayascita. Upacara ini bertujuan yang bersangkutan dapat dibersihkan dan disucikan dari kotoran sehingga Atma yang bersemayam dalam diri pribadinya dapat memancarkan sinarnya.
Doanya :
“ Om Sri Guru Saraswati, sarwa roga, sarwa papa, sarwa klesa, sarwa kali, kuluwasa ya namah swaha “.
8. Upacara selanjutnya adalah persembahan upakara berupa Tataban atau ayaban sebagai pernyataan terima kasih kehadapan Hyang Widhi.
Doanya :
“ Om Bhuktyantu sarwa dewa bhuktyantu tri
Loka natham sageneh sapariwarah, sarwagah, sadhasidasah “.
9. Setelah selesai menghaturkan upakara, pemimpin upacara membacakan pernyataan yang sudah di tulis oleh yang melakukan Suddhi Wadani, kemudian ditirukan dengan seksama. Adapun bunyi surat pernyataan yang ditulis pada blangko surat pernyataan oleh calon Suddhi Wadani adalah sebagai berikut :
a. Om tat Sat Ekam eva adwityam Brahman
Sang hyang widhi wasa hanya satu tidak ada duanya.
b. Satyam eva jayate
Hanya kebenaran yang jaya ( menang )
c. Dengan melaksanakan ajaran agama Hindu kebahagiaan pasti akan tercapai.
Kemudian selesai mengucapkan pernyataan tersebut, yang disuddhikan disuruh menepati pernyataannya itu dengan mengucapkan janji sebagai berikut :
a. Bahwa saya akan tunduk serta taat pada hukum Hindu.
b. Bahwa saya tetap akan berusaha dengan sekuat tenaga dan pikiran serta batin untuk dapat memenuhi kewajiban saya sebagai umat hindu.
Kemudian di lanjutkan dengan penandatanganan Surat Keterangan Sudhi Wadani, baik oleh yang bersangkutan maupun oleh para saksi-saksi.

10. Setelah penandatanganan selesai dilanjutkan dengan persembahyangan bersama yang dipimpin oleh pemimpin upacara guna memohon persaksian dan restu dari Hyang Widhi.
Adapun rangkaian persembahyangannya sebagai berikut :
a. Menyembah tanpa sarana ( tangan kosong ) yaitu tangan dicakupkan, diangkat setinggi dahi sehingga ujung jari sejajar ubun-ubun. Doanya : om atma tattwatma sadhanam swaha.
Artinya :
Hyang widhi yang merupaakn atma tattwa, sucikanlah hamba.
b. Menyembah dengan bunga/kembang.
Tangan menjepit bunga, ujung jari sejajar ubun-ubun ditujukan kehadapan Siwa Raditya, manifestasi Hyang widhi sebagai Dewa Surya untuk menyaksikan semua persembahan manusia.
Doanya :
Om adiyasya paramjyoti, raktateja namo stute
Sweta pankaja madhyasta bhaskara ya namo stute,
Om pranamya bhaskara dewam, sarwa klesa winasanam,
Pranamyaditya ciwartam bhukti mukhti warapradham,
Om rang ring sah parama ciwaditya namo namah swaha.
Artinya :
Hyang widhi hamba sembah Engkau dalam manifestasi sebagai sinar surya yang merah cemerlang, berkilauan cahaya-Mu, Engkau putih suci bersemayamditengah-tengah laksana teratai, Engkaulah Bhaskara yang hamba puja selalu.
Hyang widhi, cahaya sumber segala sinar binasa.
Karena Dikau adalah sumber bhukti dan mhukti, kesejahteraan hidup jasmani dan rohani. Hamba memuja-Mu, Hyang widhi paramaciwaditya.

c. Menyembah dengan Kwangen.
tangan menjepit Kwangen, ujung jari sejajar ubun-ubun sehingga permukaan kwangen berada lebih tinggi dari ubun-ubun. Pemujaan dengan kwangen ini ditujukan kehadapan Hyang Widhi dalam manifestasi-Nya sebagai Ardanareswari.
Doanya :
Om, namah dewa adhistanaya, sarwa wyapiwai ciwaya,
Padmasana eka pratisthaya ardhanarecwaryainamo namah.
Artinya :
Hyang Widhi hamba memujuamu sebagai sumber sinar yang hamba muliakan, hamba memuja dikau sebagai Siwa penguasa semu makhluk, bertahta pada Padmasana sebagai satu-satunya penegak. Engkaulah satu-satunya wujud tunggal Ardanareswari yang hamba hormati.

d. Menyembah dengan Kwangen.
Tangan menjepit kwangen, ujung jari sejajar ubun-ubun ditujukan kehadapan Hyang Widhi guna memohon anugrah.
Doanya :
Om Anugraha manohara dewadatta nugrahaka
Arcanam sarwapujanam, namahsarwanugrahaka. Dewa-dewi mahasiddhi, yajnakita mulat idham, laksmisidhisca dhirgayuh, nirwignam sukha wrdhisca. Om ghring anugraha arcane ya namo namah swaha, om ghring anugraha manoharaya namo namah swaha.
Artinya :
Hyang widhi, limpahkanlah anugerah-Mu yang menggembirakan pada hamba, Hyang widhi maha pemurah yang melimpahkan segala kebahagiaan, yang dicita-citakan serta dipuji-puji dengan segala pujian. Hamba puja Engkau yang melimpahkan segala macam anugrah, sumber kesiddhian semua dewata yang semua berasal dari yajna kasih saying-Mu.
Limpahkanlah kemakmuran, kesiddhian, umur panjang serta keselamatan. Hamba puja dikau untuk dianugrahi kebaktian dan kebahagiaan.

e. Menyembah tanpa sarana.
Tangan dicakupkan diangkat sejajar dahi, sehingga ujung jari sejajar ubun-ubun. Tujuan menyembah terakhir ini untuk mengucapkan terima kasih atas anugrah yang dilimpahkan.
Doanya :
Om dewa suksma parama-achintya nama swaha
Om santih santih santih Om
Artinya :
Hyang widhi, hamba memuja-Mu dalam wujud suci yang gaib serta wujud maha agung tak dapat dipikirkan. Semoga semuanya damai dihati, damai didunia, damai selalu.
Dengan demikianlah berakhirlah rangkaian persembahyangan yang kemudian disusul dengan memohon tirtha ( air suci ) yang dipercikan, diminum, dan diraup.
Doanya :
Om pratama sudha, dwitya sudha, tritya sudha, sadham wari astu.
Artinya :
Pertama suci, kedua suci, semoga disucikan dengan air ini.

11. Sebagai rangkaian terakhir dari pelaksanaan upacara Suddhi Wadani adalah Dharma Wacana yang diberikan oleh Parisaddha Hindu Dharma atau yang mewakili. Tujuan dharma wacana ini diberikan adalah untuk memberikan bekal dan tuntunan kepada umat hindu yang baru mulai menganut agama Hindu sehingga mereka mengetahui isi ajaran agama Hindu. Upacara ditutup dengan memberikan ucapan selamat oleh yang ikut menyaksikan berlangsungnya upacara pensudhian. Selanjutnya diakhiri dengan Parama santhi.

Subha dan Asuba Karma



Subha Karma berarti perbuatan yang baik. Subhakarma adalah sumber dari kesusilaan, yaitu segala tingkah laku yang baik dan mulia yang selaras dengan ketentuan Dharma.

Bentuk-bentuk perbuatan yang tergolong Subha Karma, sesuai dengan dharma dimaksud dan disebutkan dalam ajaran agama Hindu, dapat dijabarkan ke dalam beberapa hal.

Hal-hal yang dapat digolongkan ke dalam Subha Karma adalah :
1.
Tri Kaya Parisudha

Tri kaya Parisudha artinya tiga gerak perilaku manusia yang harus disucikan, yaitu berfikir yang bersih dan suci (manacika), berkata yang benar (Wacika) dan berbuat yang jujur (Kayika). Jadi dari pikiran yang bersih akan timbul perkataan yang baik dan perbuatan yang jujur. Dari Tri Kaya Parisudha ini timbul adanya sepuluh pengendalian diri yaitu 3 macam berdasarkan pikiran, 4 macam berdasarkan perkataan dan 3 macam lagi berdasarkan perbuatan. Tiga macam yang berdasarkan pikiran adalah tidak menginginkan sesuatu yang tidak halal, tidak berpikiran buruk terhadap mahkluk lain dan tidak mengingkari adanya hukum karmaphala. Sedangkan empat macam yang berdasarkan atas perkataan adalah tidak suka mencaci maki, tidak berkata kasar kepada makhluk lain, tidak memfitnah dan tidak ingkar pada janji atau ucapan. Selanjutnya tiga macam pengendalian yang berdasarkan atas perbuatan adalah tidak menyiksa atau membunuh makhluk lain, tidak melakukan kecurangan terhadap harta benda dan tidak berjina.

2.
Catur Paramita


Catur Paramita adalah empat bentuk budi luhur, yaitu Maitri, Karuna, Mudita dan Upeksa.
a. Maitri artinya lemah lembut, yang merupakan bagian budi luhur yang berusaha untuk kebahagiaan segala makhluk.
b. Karuna adalah belas kasian atau kasih sayang, yang merupakan bagian dari budi luhur, yang menghendaki terhapusnya pendertiaan segala makhluk.
c. Mudita artinya sifat dan sikap menyenangkan orang lain.
d. Upeksa artinya sifat dan sikap suka menghargai orang lain. Catur Paramita ini adalah tuntunan susila yang membawa masunisa kearah kemuliaan.

3.
Panca Yama Bratha


Panca Yama Bratha adalah lima macam pengendalian diri dalam hubungannya dengan perbuatan untuk mencapai kesempurnaan rohani dan kesucian bathin. Panca Yama Bratha ini terdiri dari lima bagian yaitu :
a.  Ahimsa artinya tidak menyiksa dan membunuh makhluk lain dengan sewenang-wenang,
b. Brahmacari artinya tidak melakukan hubungan kelamin selama menuntut ilmu, dan berarti juga pengendalian terhadap nafsu seks,
c.  Satya artinya benar, setia, jujur yang menyebabkan senangnya orang lain.
d. Awyawahara atau Awyawaharita artinya melakukan usaha yang selalu bersumber kedamaian dan ketulusan, dan
e. Asteya atau Astenya artinya tidak mencuri atau menggelapkan harta benda milik orang lain.

4.
Panca Nyama Bratha


Panca Nyama Bratha adalah lima macam pengendalian diri dalam tingkat mental untuk mencapai kesempurnaan dan kesucian bathin, adapun bagian-bagian dari Panca Nyama Bratha ini adalah
a.       Akrodha artinya tidak marah,
b.      Guru Susrusa artinya hormat, taat dan tekun melaksanakan ajaran dan nasehat-nasehat guru,
c.       Aharalaghawa artinya pengaturan makan dan minum, dan
d.      Apramada artinya taat tanpa ketakaburan melakukan kewajiban dan mengamalkan ajaran-ajaran suci.

5.
Sad Paramita


Sad Paramita adalah enam jalan keutamaan untuk menuju keluhuran. Sad Paramita ini meliputi:
a.       Dana Paramita artinya memberi dana atau sedekah baik berupa materiil maupun spirituil;
b.      Sila Paramita artinya berfikir, berkata, berbuat yang baik, suci dan luhur;
c.       Ksanti Paramita artinya pikiran tenang, tahan terhadap penghinaan dan segala penyebab penyakit, terhadap orang dengki atau perbuatan tak benar dan kata-kata yang tidak baik;
d.      Wirya Paramita artinya pikiran, kata-kata dan perbuatan yang teguh, tetap dan tidak berobah, tidak mengeluh terhadap apa yang dihadapi. Jadi yang termasuk Wirya Paramita ini adalah keteguhan pikiran (hati), kata-kata dan perbuatan untuk membela dan melaksanakan kebenaran;
e.       Dhyana Paramita artinya niat mempersatukan pikiran untuk menelaah dan mencari jawaban atas kebenaran. Juga berarti pemusatan pikiran terutama kepada Hyang Widhi dan cita-cita luhur untuk keselamatan; 
f.       Pradnya Paramita artinyaa kebijaksanaan dalam menimbang-nimbang suatu kebenaran.

6.
Catur Aiswarya


Catur Aiswarya adalah suatu kerohanian yang memberikan kebahagiaan hidup lahir dan batin terhadap makhluk. Catur Aiswarya terdiri dari Dharma, Jnana, Wairagya dan Aiswawarya.
a.        Dharma adalah segala perbuatan yang selalu didasari atas kebenaran;
b.      Jnana artinya pengetahuan atau kebijaksanaan lahir batin yang berguna demi kehidupan seluruh umat manusia.
c.       Wairagya artinya tidak ingin terhadap kemegahan duniawi, misalnya tidak berharap-harap menjadi pemimpin, jadi hartawan, gila hormat dan sebagainya;
d.      Aiswarya artinya kebahagiaan dan kesejahteraan yang didapatkan dengan cara (jalan) yang baik atau halal sesuai dengan hukum atau ketentuan agama serta hukum yang berlaku di dalam masyarakat dan negara.

7.
Asta Siddhi


Asta Siddhi adalah delapan ajaran kerohanian yang memberi tuntunan kepada manusia untuk mencapai taraf hidup yang sempurna dan bahagia lahir batin. Asta Siddhi meliputi:
a.       Dana artinya senang melakukan amal dan derma;
b.      Adnyana artinya rajin memperdalam ajaran kerohanian (ketuhanan);
c.        Sabda artinya dapat mendengar wahyu karena intuisinya yang telah mekar;
d.      Tarka artinya dapat merasakan kebahagiaan dan ketntraman dalam semadhi;
e.       Adyatmika Dukha artinya dapat mengatasi segala macam gangguan pikiran yang tidak baik;
f.       Adidewika Dukha artinya dapat mengatasi segala macam penyakit (kesusahan yang berasal dari hal-hal yang gaib), seperti kesurupan, ayan, gila, dan sebagainya.
g.      Adi Boktika artinya dapat mengatasi kesusahan yang berasal dari roh-roh halus, racun dan orang-orang sakti; dan
h.      Saurdha adalah kemampuan yang setingkat dengan yogiswara yang telah mencapai kelepasan.

8
Nawa Sanga


Nawa Sanga terdiri dari: Sadhuniragraha artinya setia terhadap keluarga dan rumah tangga; a.  Andrayuga artinya mahir dalam ilmu dan dharma;
b. Guna bhiksama artinya jujur terhadap harta majikan;
c. Widagahaprasana artinya mempunyai batin yang tenang dan sabar;
d. Wirotasadarana artinya berani bertindak berdasarkan hukum;
e. Kratarajhita artinya mahir dalam ilmu pemerintahan;
f. Tiagaprassana artinya tidak pernah menolak perintah;
g. Curalaksana artinya bertindak cepat, tepat dan tangkas; dan
h. Curapratyayana artinya perwira dalam perang.

9.
Dasa Yama Bratha


Dasa Yama Bratha adalah sepuluh macam pengendalian diri, yaitu
a.       Anresangsya atau Arimbhawa artinya tidak mementingkan diri sendiri;
b.       Ksama artinya suka mengampuni dan  dan tahan uji dalam kehidupan; 
c.       Satya artinya setia kepada ucapan sehingga menyenangkan setiap orang;
d.      Ahimsa artinya tidak membunuh atau menyakiti makhluk lain;
e.       Dama artinya menasehati diri sendiri; Arjawa artinya jujur dan mempertahankan kebenaran;
f.       Priti artinya cinta kasih sayang terhadap sesama mahluk;
g.      Prasada artinya berfikir dan berhati suci dan tanpa pamerih;
h.      Madurya artinya ramah tamah, lemah lembut dan sopan santun; dan
i.        Mardhawa artinya rendah hati; tidak sombong dan berfikir halus.

10.
Dasa Nyama Bratha


Dasa Nyama Bratha terdiri dari:
a.       Dhana artinya suka berderma, beramal saleh tanpa pamerih;
b.      Ijya artinya pemujaan dan sujud kehadapan Hyang Widhi dan leluhur;
c.       Tapa artinya melatih diri untuk daya tahan dari emosi yang buruk agar dapat mencapai ketenangan batin;
d.      Dhyana artinya tekun memusatkan pikiran terhadap Hyang Widhi;
e.       Upasthanigraha artinya mengendalikan hawa nafsu birahi (seksual);
f.       Swadhyaya artinya tekun mempelajari ajaran-ajaran suci khususnya, juga pengetahuan umum;
g.      Bratha artinya taat akan sumpah atau janji;
h.      Upawasa artinya berpuasa atau berpantang trhadap sesuatu makanan atau minuman yang dilarang oleh agama;
i.        Mona artinya membatasi perkataan; dan
j.        Sanana artinya tekun melakukan penyician diri pada tiap-tiap hari dengan cara mandi dan sembahyang.


11.
Dasa Dharma


Yang disebut Dasa Dharma menurut Wreti Sasana, yaitu
a.       Sauca artinya murni rohani dan jasmani;
b.      Indriyanigraha artinya mengekang indriya atau nafsu;
c.       Hrih artinya tahu dengan rasa malu;
d.      Widya artinya bersifat bijaksana;
e.       Satya artinya jujur dan setia terhadap kebenaran;
f.       Akrodha artinya sabar atau mengekang kemarahan;
g.      Drti artinya murni dalam bathin;
h.      Ksama artinya suka mengampuni;
i.        Dama artinya kuat mengendalikan pikiran; dan
j.        Asteya artinya tidak melakukan kecurangan.

12.
Dasa Paramartha


Dasa Paramartha ialah sepuluh macam ajaran kerohanian yang dapat dipakai penuntun dalam tingkah laku yang baik serta untuk mencapai tujuan hidup yang tertinggi (Moksa). Dasa Paramartha ini terdiri dari:
a.       Tapa artinya pengendalian diri lahir dan bathin;
b.      Bratha artinya mengekang hawa nafsu;
c.        Samadhi artinya konsentrasi pikiran kepada Tuhan;
d.      Santa artinya selalu senang dan jujur;
e.       Sanmata artinya tetap bercita-cita dan bertujuan terhadap kebaikan;
f.       Karuna artinya kasih sayang terhadap sesama makhluk hidup;
g.      Karuni artinya belas kasihan terhadap tumbuh-tumbuhan, barang dan sebagainya;
h.      Upeksa artinya dapat membedakan benar dan salah, baik dan buruk;
i.        Mudhita artinya selalu berusaha untuk dapat menyenangkan hati oranglain; dan
j.        Maitri artinya suka mencari persahabatan atas dasar saling hormat menghormati.

Asuba karma adalah segala tingkah laku yang tidak baik yang selalu menyimpang dengan Cubakarma(perbuatan baik).
Asubakarma (perbuatan tidak baik) ini, merupakan sumber dari kedursilaan, yaitu segala bentuk perbuatan yang selalau bertentangan susila atau dharma dan cenderung mengarah kepada kejahatan.

Semua jenis perbuatan yang tergolong asubhakarma ini merupakan larangan-larangan yang harus dihindari dalam hidup ini. Karena semua perbuatan asubhakarma ini menyebabkan manusia berdosa dan hidup menderita.
Menurut agama Hindu, bentuk-bentuk asubhakarma yang harus dihindari adalah
1.
Tri Mala

Tri Mala adalah tiga bentuk prilaku manusia yang sangat kotor, yaitu
a.       Kasmala ialah perbuatan yang hina dan kotor,
b.      Mada yaitu perkataan, pembicaraan yang dusta dan kotor, dan
c.       Moha adalah pikiran, perasaan yang curang dan angkuh.
2.
Catur Pataka

Catur Pataka adalah empat tingkatan dosa sesuai dengan jenis karma yang menjadi sumbernya yang dilakukan oleh manusia yaitu Pataka yang terdiri dari
a.       Brunaha (menggugurkan bayi dalam kandungan);
b.      Purusaghna (Menyakiti orang),
c.       Kaniya Cora (mencuri perempuan pingitan),
d.      Agrayajaka (bersuami isteri melewati kakak), dan
e.       Ajnatasamwatsarika (bercocok tanam tanpa masanya);
Upa Pataka terdiri dariGowadha (membunuh sapi),
a.      Juwatiwadha (membunuh gadis),
b.      Balawadha (membunuh anak),
c.       Agaradaha (membakar rumah/merampok);
Maha Pataka terdiri dari Brahmanawadha (membunuh orang suci/pendeta),
a.      Surapana (meminum alkohol/mabuk),
b.      Swarnastya (mencuri emas),
c.       Kanyawighna (memperkosa gadis), dan
d.      Guruwadha (membunuh guru);
Ati Pataka terdiri dari
a.       Swaputribhajana (memperkosa saudara perempuan);
b.      Matrabhajana (memperkosa ibu), dan
c.       Lingagrahana (merusak tempat suci).
3.
Panca Bahya Tusti

Adalah lima kemegahan (kepuasan) yang bersifat duniawi dan lahiriah semata-mata, yaitu
a.       Aryana artinya senang mengumpulkan harta kekayaan tanpa menghitung baik buruk dan dosa yang ditempuhnya;
b.      Raksasa artinya melindungi harta dengan jalan segala macam upaya;
c.       Ksaya artinya takut akan berkurangnya harta benda dan kesenangannya sehingga sifatnya seing menjadi kikir;
d.       Sangga artinya doyan mencari kekasih dan melakukan hubungan seksuil; dan
e.       Hingsa artinya doyan membunuh dan menyakiti hati makhluk lain.
4.
Panca Wiparyaya

Adalah lima macam kesalahan yang sering dilakukan manusia tanpa disadari, sehingga akibatnya menimbulkan kesengsaraan, yaitu:
a.       Tamah artinya selalu mengharap-harapkan mendapatkan kenikmatan lahiriah;
b.      Moha artinya selalu mengharap-harapkan agar dapat kekuasaan dan kesaktian bathiniah;
c.       Maha Moha artinya selalu mengharap-harapkan agar dapat menguasai kenikmatan seperti yang tersebut dalam tamah dan moha;
d.      Tamisra artinya selelu berharap ingin mendapatkan kesenangan akhirat; dan
e.       Anda Tamisra artinya sangat berduka dengan sesuatu yang telah hilang.
5.
Sad Ripu

Sad Ripu adalah enam jenis musuh yang timbul dari sifat-sifat manusia itu sendiri, yaitu
a.       Kama artinya sifat penuh nafsu indriya;
b.      Lobha artinya sifat loba dan serakah;
c.       Krodha artinya sifat kejam dan pemarah;
d.      Mada adalah sifat mabuk dan kegila-gilaan;
e.       Moha adalah sifat bingung dan angkuh; dan
f.       Matsarya adalah sifat dengki dan irihati.
6.
Sad Atatayi

Adalah enam macam pembunuhan kejam, yaitu
a.       Agnida artinya membakar milik orang lain;
b.       Wisada artinya meracun orang lain;
c.       Atharwa artinya melakukan ilmu hitam;
d.      Sastraghna artinya mengamuk (merampok);
e.       Dratikrama artinya memperkosa kehormatan orang lain;
f.       Rajapisuna adalah suka memfitnah.
7.
Sapta Timira

Sapta Timira adalah tujuh macam kegelapan pikiran yaitu: 
a.       Surupa artinya gelap atau mabuk karena ketampanan;
b.      Dhana artinya gelap atau mabuk karena kekayaan;
c.       Guna artinya gelap atau mabuk karena kepandaian;
d.      Kulina artinya gelap atau mabuk karena keturunan;
e.       Yowana artinya gelap atau mabuk karena keremajaan;
f.       Kasuran artinya gelap atau mabuk karena kemenangan; dan
g.      Sura artinya mabuk karena minuman keras.
8.
 Dasa Mala

Artinya adalah sepuluh macam sifat yang kotor. Sifat-sifat ini terdiri dari
a.       Tandri adalah orang sakit-sakitan;
b.       Kleda adalah orang yang berputus asa;
c.        Leja adalah orang yang tamak dan lekat cinta;
d.      Kuhaka adalah orang yang pemarah, congkak dan sombong;
e.       Metraya adalah orang yang pandai berolok-olok supaya dapat mempengaruhi teman (seseorang);
f.       Megata adalah orang yang bersifat lain di mulut dan lain di hati;
g.      Ragastri adalah orang yang bermata keranjang;
h.      Kutila adalah orang penipu dan plintat-plintut;
i.        Bhaksa Bhuwana adalah orang yang suka menyiksa dan menyakiti sesama makhluk; dan
j.        Kimburu adalah orang pendengki dan iri hati.