Melihat banyaknya arca-arca sapi di
tempat suci Hindu baik yang ditemukan di situs purbakala maupun di
tempat-tempat suci yang masih aktif digunakan sebagai tempat peribadatan
mengundang sebuah anggapan salah kaprah terhadap Hindu. Orang sebagian
besar orang, Hindu identik dengan penyembah sapi. Apa lagi pada
kenyataannya sebagian besar umat Hindu di dunia berpantang untuk
mengkonsumsi daging sapi. Benarkah Hindu memuja Sapi?
Berdasarkan peradaban Veda, sapi memang
merupakan binatang yang sangat di sakralkan. Diuraikan bahwa sapi
merupakan lambang dari ibu pertiwi yang memberikan kesejahtrean kepada
semua makhluk hidup di bumi ini. Karena itulah para umat manusia
diajarkan untuk tidak menyemblih dan memakan daging sapi. Selain
mempunyai manfaat di dalam kehidupan rohani, sapi juga memelihara kita
di dalam kehidupan material kita seperti misalnya dengan memberikan susu
sapi dan berbagai produk susu. Selain susu dan berbagai produk, sapi
juga memberikan berbagai jenis bahan obat-obatan seperti misalnya
kencing sapi dan tahi sapi yang bahkan ilmuwan modern sekalipun menerima
bahwa air kencing sapi dan kotoran sapi mengandung zat anti septik yang
bisa digunakan untuk mengobati berbagai jenis penyakit. Di India,
didalam sistem pengobatan Ayur Veda, terdapat teknik yang di sebut
pengobatan panca gavya. Panca gavya adalah lima jenis produk yang di
hasilkan oleh sapi yaitu; susu, yogurt, ghee, kencing sapi dan kotoran
sapi. Panca gavya ini diangap sebagai bahan bahan yang menyucikan.
Bahkan di dalam yajna dan memandikan pratima di berbagai kuil, bahan
bahan ini sangat diperlukan. Tanpa panca gavya, seseorang tidak bisa
menginstalasi pratima di dalam kuil. Selain bahan bahan yang bisa di
komsumsi dari segi material, sapi juga membantu para petani di dalam
berbagai hal. Sapi jantan di gunakan untuk membajak dan kotoran sapi
digunakan untuk pupuk.
Sri Krsna sendiri yang muncul ke dunia
material ini memberikan contoh kepada kita semua untuk menghormati sapi.
Beliau bahkan lebih memementingkan sapi dari semua makhluk hidup lainya
termasuk para brahmana. Seprti diuraikan di dalam sastra “namo brahmaëya-deväya go-brähmaëa-hitäya ca jagad-dhitäya kåñëäya govindäya namo namaù”.
Di vrndavan, tradisi menghormati
sapi-sapi masih berlangsung sampai sekarang. Di beberpa tempat di daerah
pedalaman di Vraja bumi, ketika mereka memasak roti (capati), roti
pertama akan diberikan kepada sapi karena mereka mengangap bahwa krsna
hanya akan menerima persembahan kalau mereka memuaskan sapi-sapi dan
para brahmana. kemudian roti kedua di berikan kepada orang suci yan
kebetulan lewat di daerah desa tersebut dan roti lainnya, di
persembahkan kepada Sri Krsna.
Disini hendaknya kita membedakan istilah
menghormati dan memuja. Orang Hindu memperlakukan sapi secara istimewa
adalah untuk menghormati sapi, bukan memuja sapi. Hindu hanya memuja
satu Tuhan, “eko narayanan na dwityo”sti kascit” tapi menghormati
seluruh ciptaan Tuhan, terutama yang disebut ibu, para dewa yang
mengatur alam material dan semua umat manusia.
Dalam tradisi Hindu dikenal beberapa entitas yang dapat disebut sebagai ibu yang harus kita hormati, yaitu;
- Ibu yang melahirkan kita, yaitu ibu kandung kita sendiri.
- Ibu yang menyusui kita walaupun tidak mengandung kita.
- Ibu yang memelihara dan mengasuh kita walaupun tidak melahirkan dan menyusui kita.
- Sapi yang telah memberikan kita susu, sumber panca gavya dalam pengobatan Ayur Vedic dan juga yang tenaganya telah kita gunakan untuk membantu pekerjaan-pekerjaan kita.
- Ibu pertiwi, yaitu bumi dan alam ini yang telah memberikan penghidupan pada kita dan harus kita jaga kelestariannya.
Sekarang kita gunakan hati nurani kita,
apakah kita akan tega membunuh dan memakan daging sapi yang sudah kita
minum susunya, yang sudah membantu pekerjaan-pekerjaan fisik kita dalam
menarik pedati dan juga membajak sawah?
Disaat manusia dapat dengan mudahnya
membunuh, memotong kepala ayam dan sapi tanpa perasaan, maka disaat
itulah mereka akan memotong kepala manusia dan bahkan ibu kandungnya
sendiri seperti memotong kepala seekor ayam.
Saya masih teringat di masyarakat kita
di kalangan hindu di Bali. Ketika saya masih kecil, orang tua saya
sering memperingatkan bahwa kalau kamu makan daging sapi, kamu tidak
boleh datang ke pura tanpa mandi terlebih dahulu. Peringatan ini di
berikan oleh orang tua saya dan sudah merupakan peringatan turun temurun
dari nenek moyang kami. Namu sayangnya beberapa orang berangapan bahwa
karena kalau kita makan daging sapi, maka kita tidak bisa masuk ke pura,
itu berarti sapi adalah binatang haram. Ternyata setelah kita amati dan
mempelajari kitab suci veda, ternyata sapi merupakan binatang yang suci
yang dihormati oleh para dewa sekalipun. Bukanlah karena sapi merupakan
binatang haram, maka kalau kita makan daging sapi kita tidak bisa ke
pura tetapi karena sapi merupakan binatang yang sangat suci, sehinga
kalau kita memakan daging sapi, maka kita diangap orang yang sangat
berdosa, degan demikian tidak bisa masuk ke pura. Karena itu, setelah
makan daging sapi, kita harus menyucikan diri, paling tidak mandi
terlebih dahulu sebelum memasuki tempat suci.
Ini bukan berarti bahwa kita bisa
berlangsung memakan daging sapi dan kemudian mandi dan menyucikan diri.
Tidak! Itu bukanlah proses prayascita yang sejati. Proses prayascita
yang sejati adalah menyucikan diri dari perbuatan berdosa, merenungkan
kegiatan berdosa tersebut dan berusaha untuk menghindari kegiatan
tersebut. Kita hendaknya tidak melakukan prayascita seperti gajah mandi.
Sri Pariksit maharaj di dalam Srimad Bhagavatam menguraikan sebagai
berikut.
kvacin nivartate ‘bhadrät
kvacic carati tat punaù
präyaçcittam atho ‘pärthaà
manye kuïjara-çaucavat
Kadang kadang, orang sadar akan
kegiatan berdosa namun melakukan kegitan berdosa lagi. Dengan demikian
saya mengangap proces melakukan kegiatan berdosa yang berulang ulang dan
penyucian berulang ulang sebagai hal yang tidak berguna. Ini sama
halnya dengan gajah mandi ( kunjara-sauca-vat), karena gajah
membersihkan dirinya dengan mandi namun begitu selesai mandi dan kembali
ke daratan, sang gajah akan menghamburkan lumpur pada kepala dan
badannya. ( Srimad Bhagavatam, 6.1.10).
Jadi ajaran dari orang tua kita, tidak
boleh ke pura setelah makan daging sapi, hendaknya diambil serius dan
menghindari daging sapi selama lamanya dan berusaha mengerti keagungan
sapi. Diuraikan juga bahwa orang yang membunuh sapi, atau makan daging
sapi, akan menderita di planet neraka selama ratusan tahun untuk
membayar satu dari bulu sapi yang mereka makan. kalau seseorang makan
daging sapi yang memliki seratus ribu bulu, maka orang tersebut mesti
menderita di neraka selama 100.000 dikali 100 tahun. Sudah tentunya kita
menghindari penyemblihan sapi dan makan daging sapi bukan karena takut
untuk masuk neraka tapi karena rasa kasih sayang kita kepada sapi yang
telah berkenan memberikan kita berbagai jenis makanan seperti yang telah
diuraikan di atas.
Segala pujian kepada Go-mata.
Sri Govindäya namo namas te
0 komentar:
Posting Komentar