Penunggun
Karang dalam
Sastra Dresta disebut Sedahan Karang (di perumahan) untuk membedakan
dengan Sedahan Sawah (di sawah) dan Sedahan Abian (di kebun/ tegalan/ abian).
Untuk
Bali, melindungi senyawa rumah, isi dan penghuni sebuah rumah adalah tugas
besar yang tidak dapat ditangani secara efektif oleh dinding dan gerbang saja,
terutama ketika berhadapan dengan gangguan mistis. Untuk gangguan Bali mistis
nyata seperti yang fisik dan beberapa Bali lebih menekankan pada gangguan
mistis ketika berhadapan dengan melindungi masalah rumah karena tidak dapat
dirasakan dengan kasat mata dan terbukti lebih sulit untuk menangani daripada
gangguan fisik semata.
Bali
percaya bahwa gangguan mistis harus ditangani oleh wali mistis karena manusia
biasa tidak memiliki kekuatan yang cukup untuk menembus ke dalam alam mistis
meskipun seseorang memiliki cukup pengetahuan kekuatan mistis dia tidak bisa
tetap waspada 24/7 dalam rangka untuk menjaga rumahnya dari serangan mistis.
rumah
khas Bali biasanya memiliki dua tempat bangunan suci yang keduanya memeiliki
fungsi bertindak sebagai wakil penghuni di alam mistis. Tempat suci tersebut
terletak di dalam kompleks rumah.
Tempat
tersebut adalah Sanggah pemerajan dan Sanggah Pengijeng karang
Sanggah Pengijeng karang
Sering
juga disebut dengan Tugu Pengijeng, Penunggun Karang atau Tugun Karang atau
Tugu Karang, diterjemahkan secara harfiah menjadi "kuil untuk penjaga
rumah"
- kata "sanggah / tugu" berarti "tempat / bangunan suci",
- kata "pengijeng" berarti penjaga. (berasal dari kata "ngijeng" berarti "untuk menjaga" atau "untuk tinggal di rumah") dan
- kata "karang" berarti "halaman rumah".
Sanggah pengijeng
karang adalah bangunan beratap dengan permanen. ini terletak dalam rumah,
Sedahan Karang boleh ditempatkan di mana saja asal pada posisi “teben” jika
yang dianggap “hulu” adalah Sanggah Kemulan, kurang lebih di sisi barat laut
kompleks rumah atau sisi barat bangunan “bale daja”, memiliki fungsi pelindung,
penjaga, wakil dan pengasuh penghuni rumah beserta isi dari pekarangan rumah
tersebut.
Bangunan
ini didedikasikan untuk Kala Raksa, atau Bhatara Kala - dewa roh-roh jahat.
Bali percaya bahwa ketika mereka menggunakan dewa roh jahat sebagai wali,
logis, tidak ada roh jahat akan berani mengganggu lingkungan rumah dan
penghuninya. Seperti hal-hal lain di Bali, tidak ada keseragaman dalam nama dan
fungsi dari bangunan kuil ini. Beberapa Bali mengatakan itu didedikasikan untuk
Bhatara Surya, matahari. Lain mengklaim memiliki hubungan dengan tepuk kanda (kanda pat) - empat saudara
spiritual dari setiap orang Bali. Kuil ini kadang-kadang digambarkan sebagai
untuk keluarga. Kata "keluarga" di sini bisa berupa fisik keluarga
yang tinggal dalam dinding-dinding rumah atau senyawa untuk pat kanda -
keluarga mistis yang tinggal di alam mistis.
Sedahan Karang dalam Lontar Sudamala
dalam
Lontar Sudamala disebutkan bahwa Sang Brahman Tuhan Yang Maha Esa, turun ke
semesta dengan dua perwujudan yaitu sang hyang wenang dan sang hyang titah.
Setelah itu beliau memiliki fungsi sebagai berikut:
- Hyang Titah menguasai alam Mistis termasuk didalamnya alam Dewa dan Bhuta kala, sorga dan neraka bergelar Bethara Siwa yang kemudian menjadi Hyang Guru, sedangkan
- Hyang Wenang turun ke mercapada, dunia fana ini berwujud semar atau dalam susatra bali disebut Malen, yang akan mengemban dan mengasuh isi dunia ini.
Dalam aplikasinya,
Hyang Titah berstana di “hulu” yaitu komplek Sanggah pemerajan, sedangkan
Hyang Wenang berstana di “Teben” yaitu di komplek Bangunan Perumahan
berupa sedahan karang. Mengenai bentuk bangunan juga menyerupai penokohan yang
berstana didalamnya. Misalnya: stana hyang guru selalu diidentikan dengan
kemewahan dan diatasnya menggunakan tutup “gelung tajuk” atau sejenisnya
sebagai perlambang penguasa sorga. Sedangkan sedahan karang bentuknya
menyerupai bentuk pewayangan “Malen” yaitu sederhana tapi kekar dengan
atasan menyerupai hiasan “kuncung” seperti bentuk ornament kepala dari
wayang semar.
Sedahan Karang dalam Lontar Kala Tatwa
Dalam
lontar Kala Tattwa disebutkan bahwa Ida
Bethara Kala bermanifestasi dalam bentuk Sedahan Karang/ Sawah/ Abian dengan
tugas sebagai Pecalang, sama seperti manifestasi beliau di Sanggah Pamerajan
atau Pura dengan sebutan Pangerurah, Pengapit Lawang, atau Patih.
Di
alam madyapada, bumi tidak hanya dihuni oleh mahluk-mahluk yang kasat mata,
tetapi juga oleh mahluk-mahluk yang tidak kasat mata, atau roh. Roh-roh yang
gentayangan misalnya roh jasad manusia yang lama tidak di-aben, atau mati tidak
wajar misalnya tertimbun belabur agung (abad ke 18) akan mencari tempat tinggal
dan saling berebutan. Untuk melindungi diri dari gangguan roh-roh gentayangan,
manusia membangun Palinggih Sedahan.
Karena
fungsinya sebagai Pecalang, sebaiknya berada dekat pintu gerbang rumah. Jika
tidak memungkinkan boleh didirikan di tempat lain asal memenuhi aspek kesucian.
Dalam
kala tatwa juga disinggung
mengenai lahirnya Dewa Kala yang merupakan cikal bakal dari Sedahan Karang,
dimana Dewa Kala dikatakan lahir saat dina kajeng klion nemu dina saniscara
yang dibali dengan istilah “tumpek”.
Jadi baiknya disarankan agar
odalan Sedahan Karang disesuaikan dengan hari kelahiran dari Dewa yang berstana
disana yaitu saat “tumpek”. Untuk itu silahkan dipilih Tumpek yang mau
dijadikan odalan Sedahan Karang dari sekian banyak hari raya Tumpek dibali
untuk menghormati keberadaan Dewa Kala.
Sedahan Karang dalam Lontar Asta Kosala Kosali dan Asta Bhumi
dalam
perhitungan dasar Asta Bhumi, pekarangan rumah biasanya
dibagi menjadi sembilan, yakni dari sisi kiri ke kanan; nista, madya dan utama
serta dr sisi atas ke bawah; nista, madya dan utama. seperti gambar disamping.
sehingga terdapat 9 bayangan kotak pembagian pekarangan rumah. adapun pembagian
posisi tersebut antara lain:
- posisi utamaning utama adalah tempat "Sanggah Pemerajan"
- posisi madyaning utama adalah tempat "Bale Dangin"
- posisi nistaning utama adalah tempat "Lumbung atau klumpu"
- posisi madyaing utama adalah tempat "Bale Daje atau gedong"
- posisi madyaning madya adalah tempat "halaman rumah"
- posisi nistaning madya adalah tempat "dapur atau pawon / pasucian"
- posisi nistaning Utama adalah tempat "Sedahan Karang"
- posisi nistaning Madya adalah tempat "bale dauh, tempat tidur"
- posisi nistaning Nista adalah tempat "cucian, kamar mandi dll" biasanya digunakan tempat garase sekaligus "angkul- angkul" gerbang rumah.
setelah mengetahui posisi yang
tepat sesuai dengan Asta Bhumi diatas untuk posisi sedahan karang, selanjutnya
menentukan letak bangunan Sedan Karang tersebut. yaitu dengan mengunakan
perhitungan Asta Kosala Kosali, dengan sepat atau
hitungan tampak kaki atau jengkal tangan. perhitungannya dengan konsep Asta
Wara (Sri, Indra, Guru, Yama, Rudra, Brahma, kala, Uma). adapun perhitungannya:
- untuk pekarangan yang luas ( sikut satak ), melebihi 4 are atau sudah masuk perhitungan "sikut satak", posisi Sedahan Karang dihitung dengan: dari utara menuju Kala ( 7 tapak ) dan dari sisi barat menuju Yama ( 4 tampak ).adapun alasannya adalah:sesuai dengan fungsi Sedahan karang yaitu sebagai pelindung dan penegak kebenaran yang merupakan dibawah naungan dewa Yama dipati (hakim Agung raja Neraka), serta tetap sebagai penguasa waktu dan semua kekuatan alam yang merupakan dibawah naungan Dewa kala. ini dimaksudkan agar Sedahan Karang berfungsi maksimal sesuai dengan yang telah diterangkan diatas tadi.
- untuk pekarangan sempit yaitu pekarangan yang kurang dari 4 are seperti BTN, posisi Sedahan Karang dihitung dengan: dari utara dan barat cukup menuju Sri atau 1 tampak saja. dengan maksud agar bangunan tersebut tetap berguna walau tempatnya cukup sempit, tapi dari segi fungsi tetap sama.
menurut bapak Made
Purna, salah satu narasumber dari desa Guwang Sukawati. Rumah dikatakan
sebagai replika kehidupan kemasyarakatan. dimana setiap bangunan rumah adat
bali tersebut memiliki fungsi yang sangat mirip dengan fungsi bangunan / pura
di tingkat desa perkaman. diantaranya:
- Sanggah Pemerajan merupakan Sorga, tempat berstana dan berkumpulnya istadewata / dewata nawa sanga, atau merupakan simbol Pura Dalem,
- Bale Dangin, merupakan simbol Bathara Guru, dimana setiap upacara adat selalu diselenggarakan di bale ini, sehingga bale ini sering juga disebut bale bali (bali = wali = upacara),
- Bale Daja, merupakan simbol Bathara Sri Sedhana, simbol kewibawaan, tempat penyimpanan harta benda, sehingga sering juga disebut dengan istilah Gedong, atau Bale penangkilan (tempat tamu menunggu),
- Bale Dauh, merupakan simbol Dewa Mahadewa, balai sosial tempat beristirahat,
- Bale Delod, biasanya digunakan sebagai dapur atau Paon, merupakan simbol Dewa Brahma, Dewa Agni, merupakan sumber pembakaran, pemunah tapi merupakan sumber kesejahtraan,
- Sumur merupakan simbol Dewa Wisnu yang merupakan pemelihara lingkungan rumah,
- Bale Lumbung atau Klumpu, merupakan simbol Dewi Sri, tempat menyimpan makanan,
- Lebuh tempat ditanamnya Ari-ari, merupakan simbolHyang Bherawi, penguasa kuburan
- Sedahan Karang merupakan simbol Hyang Durga Manik, merupakan Pura Prajapatinya atau ulun kuburan di rumah.
jadi simbolis Hulu
adalah Pura dalem (sanggah pemerajan), Teben adalah lebuh natah, tempat
ari-ari yang memiliki pura prajapati bernama Sedahan Karang.
Yang perlu diperhatikan, bangunan Palinggih Sedahan harus memenuhi syarat:
Yang perlu diperhatikan, bangunan Palinggih Sedahan harus memenuhi syarat:
- pondamennya batu dasar terdiri dari dua buah bata merah masing-masing merajah “Angkara” dan “Ongkara”
- sebuah batu bulitan merajah “Ang-Mang-Ung”; berisi akah berupa tiga buah batu: merah merajah “Ang”, putih merajah “Mang”,dan hitam merajah “Ung” dibungkus kain putih merajah Ang-Ung-Mang
- di madia berisi pedagingan: panca datu, perabot tukang, jarum, harum-haruman, buah pala, dan kwangen dengan uang 200, ditaruh di kendi kecil dibungkus kain merajah padma dengan panca aksara diikat benang tridatu
- di pucak berisi bagia, orti, palakerti, serta bungbung buluh yang berisi tirta wangsuhpada Pura
Persyaratan ini
ditulis dalam Lontar Widhi Papincatan dan Lontar Dewa Tattwa.
Jika palinggih sedahan tidak memenuhi syarat itu, yang melinggih bukan Bhatara
Kala, tetapi roh-roh gentayangan itu antara lain Sang Butacuil.
Jika
sedahan karang di-”urip” dengan benar, maka fungsi-Nya sebagai Pecalang sangat
bermanfaat untuk menjaga ketentraman rumah tangga dan menolak bahaya sehingga
terwujudlah rumah tangga yang harmonis, bahagia, aman tentram, penuh kedamaian.
0 komentar:
Posting Komentar